Tanjung Pura, 19 Juli 2014
Pukul 11 lewat waktu Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara. Saya dan rekan-rekan baru saja selesai melakukan Focus Group Discussion untuk adik-adik MI/SD sekitar Kec. Tanjung Pura. Kami sudah terlambat untuk menghadiri FGD untuk siswa SMP/SMA yang sudah dimulai mulai pukul 11. Ditambah suhu udara 35C dengan real feel 42C di layar smartphone dan situasi kami yang sedang berpuasa cukup membuat berat kaki kami untuk melangkah. Tanggung jawab pekerjaanlah yang menguatkan kami pun tetap berangkat (masih bersukur ga harus gorong-gorong juga sih).
Saat kami sampai, FGD telah berlangsung separuh waktu. Ada lima anak dari berbagai sekolah di sekitar tanjung pura, tiga laki-laki dan dua perempuan. Terkantuk-kantuk saya mengikuti sesi FGD tersebut (efek puasa) ditambah cuaca yang panas yang cukup memberatkan untuk terus fokus mendengarkan diskusi tersebut. Hingga tibalah waktu untuk berbicara cita-cita masing. Sebagian besar memiliki cita-cita yang sederhana tapi mulia, seperti Iqbal yang ingin punya bengkel sendiri sebagai mekanik, suryani yang ingin jadi pegawai bank atau guru bahasa inggris, Rina yang ingin jadi guru olahraga, dan Azair yang ingin membantu kakaknya berjualan bunga. Namun ada satu jawaban yang membuat saya terhenyak dan mendapat kesejukan di tengah cuaca yang panas tersebut.
Namanya Hidayat, salah satu murid Madrasah Aliyah yang terdapat di kecamatan Tanjung Pura. Hobinya bermain bola dan belajar (ya betul belajar!!). Hal yang paling tidak disukainya adalah membaca buku (agak kontradiktif nih) dan sampah yang berserakan di sekolah. Hidayat besar di lingkungan pedagang, bapak ibunya adalah pembuat dodol yang kemudian berjualan di pasar kecamatan. Tetangga-tetangganya pun memiliki profesi yang serupa sebagai pembuat dan penjual dodol. Hidayat tetap melanjutkan sekolah karena melihat teman-teman seusianya yang putus sekolah sulit cari kerja. Dia pun secara sadar tanpa minimal tiga ijazah di tangan dia tidak bisa menjadi apa-apa. Pada pertanyaan tentang cita-cita, jawaban pertama Hidayat adalah menjadi pengusaha ikan. Kerja maksimal keuntungan maksimal katanya. Saya ditanya lebih lanjut lagi tentang siapa yang menginspirasi cita-cita tersebut Hidayat mulailah memberi kejutan.
Cita-cita menjadi pengusaha ikan adalah cita-cita Ayah-Ibunya. Dia bilang, cita-citanya yang sebenarnya adalah jadi Menpora (ya betul Menpora!). Saya dan rekan-rekan terhenyak, dan bertanya lebih lanjut mengapa ia mau jadi menpora? alasannya apa? apakah tidak takut kena kpk?. Jawaban Hidayat simpel dan tulus, dia mau mengurus atlit-atlit. Dia mau olahraga maju, apalagi untuk sepakbola yang sangat disukainya. Kami bertanya lebih lanjut lagi bagaiman pendapat keluarganya tentang cita-cita Menpora ini. Hidayat bilang orang tuanya mendukung-mendukung saja walaupun kadang ia juga jadi bahan tertawaan.
Saya jadi ingat kata-kata disebuah buku (yang saya lupa dimana) bahwa cita-citamu belumlah tinggi apabila belum ada orang tertawa yang mendengarnya. Itulah yang terjadi dengan saya sewaktu di tingkat SMA ketika saya bilang mau sekolah di Luar Negeri. Sebagian orang disekeliling saya tertawa, mengingat saya bukanlah anak siapa-siapa, bukan dari keluarga kaya sekolah tidak pinter-pinter amat (bahkan masuk IPS --> udah di bully tiap kumpul keluarga besar) dan sebagainya. Toh, akhirnya saya bisa masuk ekonomi UGM dan dapat kesempatan bersekolah di Luar Negeri. Sekarang udah ketahuan siapa yang tertawa belakangan kan ;).
Balik ke Hidayat, diakhir diskusi saya berpesan pada dia untuk terus belajar dan jangan menyerah pada cita-
cita. Toh apapun mungkin dunia ini asal kita berusaha. Untuk saya, saya berjanji pada diri saya untuk membantu negara menjaga cita-cita besar nan mulia Hidayat ini. Anak-anak macam Hidayat ini perlu ditemukan dan dijaga mipi dan cita-citanya. Mungkin ada seribu Hidayat diluar sana yang butuh dijaga dan dilindungi cita-cita dan mimpinya. Coba bayangkan di masa depan kita punya mentri dari Tanjung Pura yang jadi mentri karena kapasitas dan kecintaannya terhadap olahrga bukan karena dia orang parpol yang suka narsis di Baliho pasti dunia olahraga kita lebih keren! :). Tamat.
Salam,
WSN
ps: maaf tulisan yang berantakan (ditulis sambil terkantuk-kantuk)